SURABAYA. Pulau Bawean merupakan pulau yang secara administratif
masuk wilayah Kabupaten Gresik. Jarak dari Pelabuhan Gresik ke Pulau Bawean
sekitar 120 km arah utara. Pulau Bawean merupakan destinasi wisata yang banyak
dikunjungi oleh wisatawan baik domestic maupun mancanegara. Pesona pulau Bawean
membawa saya untuk berkunjung kesana untuk menikmati keindahannya.
Perjalanan saya ini berlangsung pada akhir Agustus 2015. Perjalanan
menuju ke Bawean kali ini ditempuh melalui Pelabuhan Gresik dengan menggunakan
Kapal cepat “Express Bahari”, waktu tempuh antara 3-4 jam. Jadwal Keberangkatan
kapal cepat ada setiap hari jam 9 pagi kecuali hari Jumat tidak ada
keberangkatan kapal cepat ke Bawean.
Kapal Cepat tiba di Pelabuhan Sangkapura di Dermaga sekitar jam 12
siang. Kemudian perjalanan dilanjutkan menuju Penginapan yang berada di sekitar
pintu Masuk Pelabuhan. Harga rate menginap disana berkisar antara 200-300
rupiah permalam. Kami menyewa mobil dengan sewa 400 ribu rupiah perhari.
Perjalanan pertama kali ini menuju wilayah Penangkaran Rusa yang berada
Dusun Beto Gebang, Desa Pudakit Barat, Kecamatan Sangkapura. Dari penginapan
kita berangkat menuju jalan ke arah Barat, perjalanan di tempuh dalam waktu
kurang lebih 30 menit sampai ke lokasi penangkaran.
Rusa Bawean merupakan satwa yang dilindungi keberadaannya, karena
jumlahnya yang sangat sedikit. Menurut keterangan sopir yang menemani
perjalananan kita, penangkaran ini dimulai sekitar 5 tahun yang lalu, saat itu
jumlah rusa yang ditangkarkan kurang dari 10 ekor. Dari pengamatan saya di
tempat penangkaran jumlah rusa yang terlihat sekitar 75 ekor. Postur tubuh rusa
bawean sedikit lebih kecil daripada yang saya jumpai di Kebun Bibit Surabaya.
Setelah puas menikmati pemandangan di lokasi sekitar penangkaran rusa
yang cukup bagus, kami memutuskan untuk kembali ke Penginapan karena waktu
sudah menjelang Maghrib.
Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan untuk menyeberang ke pulau
Nokoh yang terletak di sebelah Timur Pulau Bawean. Pulau Nokoh sendiri pada
dasarnya merupakan satu kesatuan pulau dengan pulau Gili pada saat air laut
surut, sehingga masyarakat setempat acap kali menyebut pulau tersebubut Pulau
Gili Nokoh. Pulau Gili dihuni sekitar 700 jiwa sementara pulau Nokoh tidak
berpenghuni.
Perjalanan kami diawali dengan mengendarai Mobil selama 30 menit,
sesampai di dusun Alas Timur Desa Daun
kami turun dan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan Perahu bermotor. Di dermaga kecil tersebut, kami ditawari sewa
Perahu dengan harga 250 ribu rupiah pulang pergi, cukup murah dengan penumpang
10 orang. Penyeberangan ditembuh dalam waktu 25 menit. Selama perjalanan kita
dapat menikmati keindahan pemandangan, mulai dari perbukitan pulau Bawean yang
terlihat naik turun dari kejauhan, warna warni air laut yang terdiri dari warna
biru, hijau, dan putih, serta yang paling bagus adalah dasar laut yang dangkal
sehingga kita dapat melihat kebawah permukaan air. Sesampainya di pulau Nokoh
yang mempunyai keliling kurang lebih 1 km, kami bersepakat dengan pemilik
perahu untuk dijemput 2 jam ke depan, karena pemilik perahu pulang ke pulau
Gili ada keperluan.
Selama 2 jam tersebut kami menikmati keindahan pulau Nokoh dengan
berenang, bersnokling, dan berkeliling di sekitar pantai menikmati pasir pantai
yang putih. Pulau Nokoh berbentuk lurus memanjang dengan lebar kurang lebih
sekitar 20 meter. Bagi yang tidak bisa berenang, dasar laut di pulau Nokoh
mempunyai area dangkal yang cukup luas sehingga cukup aman untuk bermain-main
air disana. Bangunan disana hanya terdapat 1 bungalow tempat kita melepas lelah
setelah berenang. Habitat yang berada disana hanya tumbuh-tumbuhan pantai
seperti pohon ketepeng dan kelapa kecil yang menurut keterangan pengemudi
perahu ditanam oleh Pemerintah setempat bekerjasama dengan para pecinta
lingkungan. Sesekali pulau Nokoh disinggahi oleh kawanan burung yang turun ke
pantai. Selain itu di Pulau Nokoh belum terdapat Ruangan khusus bersih-bersih setelah kita berenang
di air laut. Untuk bersih-bersih kita harus ke pulau Gili atau kembali ke
dermaga semula di daratan Bawean
Setelah 2 jam berlalu kami memutuskan untuk kembali ke penginapan di
Bawean untuk beristirahat. Kami bersepakat setelah jam 14.00, akan berangkat
menuju Danau Kastoba yang terletak di kecamatan Lebak .
Setelah waktu yang disepakati tiba, kami kembali melanjutkan perjalanan
ke Danau Kastoba. Perjalanan dengan Mobil menempuh waktu 1 jam untuk sampai di
desa Tanjung Ori setelah itu kita dihadapkan pada jalan yang naik turun,
meskipun sebagian besar jalan sudah dibeton, namun lebar jalan yang hanya cukup
untuk satu mobil dan satu sepeda motor sehingga pengemudi harus hati-hati
terlebih jika kita berpapasan dengan kendaraan roda empat, maka salah satu
harus mengalah untuk minggir atau pun mundur ke daerah yang lebih lebar. Di
sepanjang jalan menuju desa Paromaan kita banyak menjumpai bangunan yang sangat khas terbuat dari kayu
bernama Dhurung. Hampir setiap rumah memiliki Dhurung tersebut di halaman
depan, bangunan tersebut berfungsi utama sebagai lumbung padi yang terletak di
bagian atapnya, sementara lantai bangunan berfungsi untuk kegiatan sehari-hari
masyarakat setempat baik bekerja maupun berkumpul dengan keluarga ataupun
tetangga.
Sesampai di desa Peromaan perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki
menuju Danau Kastoba yang terletak di atas bukit. Danau Kastoba merupakan Cagar
Alam yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian pada tahun 1979. Perjalanan kurang
lebih menempuh waktu 25 menit untuk menuju danau. Akses menuju danau masih
berupa jalan berbatu yang dibentuk ratusan anak tangga sehingga lebih mudah
dilalui, sementara lebar jalan hanya sekitar 1.2 m, kanan jalan berupa
perbukitan dan kiri jalan menampilkan pemandangn perbukitan yang dipisahkan
oleh jurang yang cukup dalam, sehingga kita harus berhati-hati dalam
melaluinya.
Sesampai di Danau kita menikmati pemandangan danau yang cukup indah,
Kegiatan kami disana hanya menikmati keindahan danau sembari menikmati
dinginnya air danau untuk cuci tangan dan muka. Tidak ada dari kami yang berani
untuk mandi danau. Meskipun menurut cerita kepercayaan masyarakat setempat,
mandi di danau Kastoba dapat membuat awet muda. Setelah 30 menit berada di
Lokasi dan berfoto-foto, kami memutuskan untuk kembali ke bawah untuk
selanjutnya kembali ke Penginapan.
Demikianlah perjalanan kami di Pulau Bawean, semoga cerita ini dapat
memberikan manfaat bagi pariwisata di Indonesia dan para traveller di seluruh
dunia untuk dapat berkunjung ke Bawean.
Pembaca yang budiman. harap meninggalkan jejak komentar demi perbaikan artikel ini. Terima kasih banyak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar